Mengawali tulisan pertama diblog khan.web.id, saya merasa ada sesuatu budaya lokal warisan leluhur yang saat ini hampir ditinggalkan.
Dialah Melayu Deli, Salah satu cikal bakal keberadaan melayu di Medan. Bahkan kebesaran kota Medan saat ini tidak lepas dari kebesaran Melayu Deli dimasa lampau. Oleh karena itu sebagai salah satu penghuni wilayah medan utara selama hampir 30 tahun sangat terasa bahwa berbagai lambang budaya lokal melayu deliseperti bahasa (cakap), adat istiadat,bangunan peninggalan sudah tergusur dengan hiruk pikuk modernisasi dan perkembangan kota Medan.
Menjejakkan kaki di Medan Utara sebuah wilayah pesisir timur
laut pusat kota Medan membentang 3 kecamatan yaitu kecamatan Medan Labuhan, Medan Belawan dan Medan Marelan. Bagi masyarakat Kota Medan julukan Medan utara
belakangan menjadi terkenal karena kota pinggiran ini identik dengan ketimpangan
kemajuan pembangunan dengan kawasan pusat kota.
Jejak melayu deli di medan utara sesungguhnya merupakan
bagian kecil dari luasnya kejayaan melayu jaman dulu yang membentang luas di
pesisir timur pulau sumatera, pesisir barat kalimantan dan bahkan Malaysia, Singapura dan Thailand Selatan.
Saat Anda berkunjung ke medan Utara, ada satu bangunan bersejarah peninggalan kejayaan melayu masa di Medan utara yang
sudah terkenal se antero nusantara yaitu Masjid Al Osmani.
Bagi siapapun yang tinggal di Medan Utara termasuk saya jika ditanya peninggalan bangunan sejarah melayu di Medan Utara ya Masjid Al Oesmani. Sebuah bangunan masjid megah yang berdiri tegak diantara bangunan bangunan peninggalan Cina seperti wihara yang persis berhadap hadapan dan bangunan bangunan cina yang sudah usang yang berjejer disepanjang jalan pasar pagi (Pajak Pagi) Medan Labuhan. Masjid Al Osmani berada persis di tepi jalan Kolonel Yos Sudarso, Medan - Belawan km 18, tepatnya di kelurahan Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan.
Dari beberapa literasi di wikipedia yang saya baca, bahwa Masjid Al Oesmani dibangun jauh lebih lama daripada Masjid Raya Almashun. Awal bangunan semi permanen (dari kayu) mulai dibangun pada tahun 1854 oleh Raja Deli ke-7 yaitu Sultan Osman Perkasa Alam.Lalu pada tahun 1870 -1872 oleh putra Sultan Osman ( Sultan Mahmud Perkasa Alam) dibuat permanen. Sedangkan Masjid Al Mashun sebagai ikon kota Medan baru dibangun pada tahun 1906. Masjid Al Osmani merupakan masjid tertua dikota Medan yang di Arsiteki oleh GD Langereis dari jerman. Bangunan masjid al Osmani telah mengalami bebebrapa pemugaran dan pelebaran , namun tidak mengubah arsitektur aslinya. Seperti gambar diatas bentuk kubah pada bangunan permanen pertama dengan kubah saat ini tidak tampak perubahannya.
Ciri kubah masjid Al Oesmani adalah berwarna hitam sampai saat ini, sedangkan saat memasuki kawasan bagian dalam masjid, ornamen dan interiornya mengingatkan kita pada bangunan bangunan megah di eropa tempoe doeloe. Namun keunikan bangunan ini merupakan kombinasi campuran 3 arsitektur Eropa, India dan Cina. Ornamen ini pula yang digunakan arsitektur untuk membangun Istana Maimun. Selain itu di sisi depan , kiri dan kanan juga terdapat makam makam raja raja melayu termasuk pendiri Masjid Al Osmani sendiri, Sultan Osman Perkasa Alam.
Saat libur kerja, saya sempatkan untuk sholat Jum'at di masjid ini bahkan saat sholat hari Raya selalu bersama keluarga untuk sholat Ied disini. Masjid yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya kota Medan bisa mampu menampung 1000 jama'ah.
Advertisement