Tantangan sekolah maupun guru dalam menghadapi kekerasan atau bullying disekolah dizaman sekarang ini sungguh menjadi perhatian. Disatu sisi perkembangan zaman mempengaruhi perkembangan kepribadian anak, adegan kekerasan yang sangat mudah diakses melalui media (sosial media, media masa televisi) atau lingkungan sekitar bahkan lingkungan keluarga siswa senduri membuat tingkat kerentanan sensitivitas emosinya. Disisi lain sekolah sebagai tempat berkumpulnya ratusan anak 6 jam setiap hari selama 3 tahun, bisa menjadi tempat paling mungkin untuk "pelampiasan" emosinya kepada teman temannya di sekolah.
Keadaan inilah membuat sekolah harus ekstra ketat mengawasi perilaku anak baik didalam maupun diluar kelas selama jam jam istirahat atau kelas saat tidak ada gurunya. Kadaan ini pula, sekolah juga harus mempunyai program secara detil bagaimana merencanakan dan menanganinya jika terjadi juga permasalahan kekerasan.
Saat ini sadar atau tidak hampir semua pendidik tersita konsentrasi dan energinya hanya untuk menangani perilaku buruk pada anak . Berbagai kenakalan dan tindakan kekerasan membutuhkan waktu berhari hari bahkan berminggu minggu jika masalah yang terjadi tidak kunjung mendapatkan respon dari orang tuanya. Bahkan tidak jarang juga akibat berbagai permasalahan kekerasan guru juga mendapatkan intimidasi.
Selain itu hal yang harus dihindari oleh guru adalah jangan sampai penanganan kekerasan akan menimbulkan kekerasan baru kepada siswa bermasalah. Bagi saya Undang Undang perlindungan anak bagi guru bisa menjadi 2 sisi yang saling bertolak belakang. Disisi bisa menjadi patokan untuk melindungi siswa berperilaku baik disekolah, namun dilain sisi bisa menjadi bumerang bagi guru saat menangani siswa nakal.
Orang tua yang tahu kalau anaknya nakal dan terbukti melakukan kekerasan kepada temannya, bahkan tidak jarang meminta guru untuk tidak hanya memarahi saja namun hukuman yang bisa membuatnya jera. Sayang, Undang undang melarang melakukan seperti mencubit bahkan melakukan kekerasan verbal sekalipun. Satu satunya cara yang bisa dilakukan hanyalah membuat SOP yang ketat dengan tetap mengacu pada UUPA.
Penanganan bullying harus mendapatkan tempat dalam program sekolah. Baik guru, kepala sekolah, penjaga sekolah, pengaman sekolah, komite dan orangtua harus saling mendukung dalam menangani bullying. Sekolah tidak boleh menganggap sepele kalau ingin konsentrasi terhadap tindakan kekerasan. Dukungan sarana dan pendanaan harus mendapatkan alokasi maksimal diantaranya :
- Pemasangan CCTV di semua ruangan kelas dan diluar ruangan yang dicurigai sebagai tempat tindakan kekerasan. dan finger screen untuk mengetahui kehadirannya dan kedisiplinannya lengkap dengan petugas pemantaunya. Hal ini sangat efektif untuk menekan kenakalan siswa. Petugas/ pegawai khusus yang dihunjuk bertugas mulai memantau Absensi dan CCTV, mendokumentasikan dan mencatatkan, mencari dan memberikan bukti yang diminta guru saat terjadi tindak kekerasan.
- Pendanaan. Semua hal diatas akan membutuhkan pembiayaan yang besar seperti pengadaan CCTV, Finger Print, gaji petugas (bisa menggunakan petugas satpam) dan biaya instalasi, perbaikan dan pendukung lainnya. Jika semua sistem teknologi ini berjalan dengan baik, biaya yang dikeluarkan akan sebanding dengan hasil yang didapat. Siswa akan merasa selalu diawasi dimanapun ia berada dilokasi sekolah sehingga tindakan untuk melakukan kekerasan akan cepat diketahui dan diproses.
Selain diatas guru memegang posisi sentral dalam hal ini , berikut yang bisa dilakukan guru dalam mengatasi tindak kekerasan diantaranya :
1. Sentuh hatinya
Seorang anak melakukan tindak kekerasan pasti ada penyebabnya. Baik penyebab yang disadarinya maupun tidak. Adalah tugas guru untuk mencari penyebabnya. Biasanya guru akan memeriksa si pembully saat emosinya sudah mulai mereda baik secara 4 mata, bersama "lawan main" lengkap beserta saksi bahkan memanggil orang tuanya. Namun kunci peventif menangani kekerasan menurut saya adalah menyentuh hatinya. Takniknya adalah berikan seluas luasnya ia untuk menyampaikan perasaanya sampai tuntas terlebih dahulu setelah itu tarik sedikit demi sedikit bagaimana perilakunya bisa disadari bahwa itu salah. Setelah itu berikan penguatan dengan memotivasinya setiap hari.
2. Kerjasama dengan orang tua
Hal yang terpenting lainnya adalah mengajak orang tua untuk melakukan kesepahaman dengan guru melakukan treatment kepada anak. Bak pasangan suami -istri , orang tua bertugas memotivasi dan mengawasi , memantau perilaku anak saat berada dirumah, sedangkan guru melakukannya saat berada disekolah. Jika keadaan anak bisa membahayakan teman temanya , guru dan orang tua bisa merumuskan resep khusus untuk mereduksinya. Hal ini tdak berlaku jika kedaan orang tua tidak ada kesepahaman dengan guru, atau anak tanpa diurusi orang tuanya.
3. Pembinaan akhlaq secara kontinyu
Walaupun berdasarkan pengalaman memberikan pembinaan, siraman rohani, nasehat kepada siswa khususnya yang sering melakukan kekerasan kepada temannya tidak berpengaruh signifikan terhadap kesadaran perilakunya, kegiatan keagamaan atau ceramah juga bisa dilakukan kepada siswa secara umum/ massal untuk tetap mengingatkan akan tindakan buruk siswa adalah salah dan dosa.
Sebenarnya dalam setiap tempat berkumpul dan berinteraksi sosial dengan orang banyak dalam waktu yang terus menerus dimanapun berada tidak hanya disekolah bisa memicu terjadinya kekerasan. Sekarang bagaimana hal tersebut bisa diminimalisir dan bisa ditangani secara baik dan proporsional. Adalah tugas semua pihak baik dari sekolah, orang tua, guru bahkan masyarakat disekitar sekolah yang diharapkan lebih aktif, jika tidak jangan harap kejadian kekerasan disekolah akan bisa diberantas.
Advertisement